Tasyakkur

Alhamdulillah, dengan izin Allah blog ini dapat diterbitkan. Semoga bermanfaat. Jazakumullah.

Senin, 16 April 2012

Ku hadiahkan kau 1000 dinar dan 1000 rajam

Dikisahkan, seorang syeikh mendatangi muridnya yang ia lepas semenjak ia berusia belia, dan kini telah masyhuur di kalangan masyarakat dengan keahliannya.

“Assalaamu’alaikum” sapa Syeikh pada muridnya yang selesai dari sholat zuhur kala itu.
“Wa’alaikumuus salaam Wahai Guruku” jawab si murid.

Setelah duduk dan menikmati hidangan dari sang murid, syeikh bertanya, “ku dengar akan keahlianmu yang kini masyhur, bias kah kau perlihatkan padaku sekarang?”. Dengan penuh keyakinan si murid menjawab “Insya Allah wahai Guru”

Lalu ia ambil 3 batang jarum jahit, kemudian ia arahkan pada batang kayu yang tegak sebagai penyanggah rumahnya, menancaplah jarum itu hingga tersisa lubang di ujung jarum yang di gunakan untuk memasukan benang, namun Syeikh hanya diam.

Jarum kedua ia lemparkan kembali, dan dengan keahliannya, jarum itu berdiri tegak masuk pada lubang jarum pertama. Syeikh masih terdiam. Kemudian ia lemparkan kembali jarum terkahir yang akhirnya menancap pada kayu dan melewati lubang jarum kedua.

Syeikh pun berdiri menghampirinya dan berkata “datanglah ke rumahku, dan ku akan memberimu 1000 dinar dan 1000 rajam”

Si murid yang keheranan bertanya “maaf Guru, mengapa engkau berikan aku 1000 dinar dan 1000 rajam, hal apa yang membuatku pantas mendapatkan dua hal itu?”
“karena kau telah mempelajari hal yang tak ada manfaatnya sebagai modal untuk kehidupan akhirat nanti”

Rabu, 11 April 2012

Parsel win 7 isi XP

Semua dari kita pasti sudah mengetahuinya, kalau setiap operating system baru dari microsoft akan mengalami banyak perubahan baik tampilan, kecepatan, kestabilan, keamanan dan fitur lainnya. Begitu juga dengan Windows 7, telah mengalami banyak perubahan dari sistem operasi sebelumnya. Perubahan yang paling menonjol ada pada sisi tampilan luar yang lebih interaktif dari sebelumnya.
Jika anda ingin menikmati tampilan dari Windows 7, anda harus membeli OS Windows 7 dari Microsoft yang tentunya sekaligus menyiapkan budget tambahan guna membeli hardware baru karena Windows 7 mensyaratkan spesifikasi hardware yang lebih tinggi dari Windows XP. Bukan pilihan yang menarik jika anda membeli OS Windows 7 hanya sekedar untuk coba-coba tanpa pertimbangan yang lain.
Bagi yang tidak ada rencana upgrade ke Windows 7 tetapi tetap ingin merasakan tampilan theme dari Windows 7, anda bisa mencoba step-by-step cara merubah tampilan Windows XP seperti Windows 7.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
  • Buat sebuah folder di PC atau Notebook Windows XP anda dan beri nama Windows 7 Theme (Hal ini tidak wajib, tetapi akan mempermudah anda mengikuti langkah-langkah mengaplikasikan Windows 7 Theme pada Windows XP anda).
    Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
  • Download theme Windows Se7en with Superbar for XP dan letakkan d folder yang telah anda buat (File dengan ukuran sekitar 13 MB).
  • Download aplikasi Uxtheme Multi-patcher (Saat melakukan test, kami menggunakan Uxtheme Multi-patcher versi 7.1 dengan ukuran kurang dari 400 kb).
  • Download Styler Toolbar dari website CrystalXP (Kami menggunakan versi 1.401 dengan kapasitas file kurang dari 800 kb).
  • Download ViGlance OneStep dan simpan di folder yang telah anda buat.
  • Ekstrak ketiga file yang telah anda download dengan menggunakan aplikasi ekstraktor kesukaan anda (WinZip, Winrar, 7Zip atau yang lain).
    Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
  • Install aplikasi Uxtheme Multi-patcher dan restart windows XP anda.
    Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
  • Buka folder Visual Styles pada folder Windows Se7en with Superbar for XP dan copy folder Windows Se7en beserta isinya ke folder C:\Windows\Resources\Themes
    Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
  • Sekarang, coba aktifkan theme yang telah anda copy tadi dengan cara memilihnya melalui desktop. Klik kanan pada desktop, pilih Properties, lanjutkan dengan klik tab Appearance.
    Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
  • Pada bagian Windows & buttons, pilih Windows Se7en.
  • Klik Apply untuk mengkatifkannya.
Catatan :
Anda juga dapat mengaktifkan theme Windows 7 dengan cara klik dua kali file Windows Se7en (theme file) pada folder Windows Se7en with Superbar for XP\Visual Styles tanpa harus membuka jendela Display Properties.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Sekarang, tampilan theme dari Windows XP anda sudah seperti Windows 7. Anda bisa menyempurnakannya dengan melakukan 2 hal. Pertama, aktifkan ViGlance OneStep dengan cara klik dua kali file ViGlance OneStep hasil ekstrak dan tunggu beberapa saat sampai pop-up selesai.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Lihat perbedaanya, anda dapat melihat adanya thumbnail preview yang biasanya aktif di Windows 7 sekarang bisa anda gunakan di Windows XP.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP ImageLanjut dengan penyempurnaan tampilan theme, install Styler Toolbar dari file yang telah anda ekstrak tadi.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Setelah selesai, copy folder beserta isinya ke folder C:\Program Files\Styler\TB\skins\Styler’s.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Jalankan aplikasi Styler Toolbar. Klik kanan pada taskbar dan pilih show.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Klil tab Toolbar dan pilih Windows Se7en Toolbar. Tutup program dan anda akan melihat tampilan toolbar anda akan berubah seperti pada Windows 7.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Bonus :
Pada saat anda membuka folder Windows Se7en with Superbar for XP, di dalamnya terdapat folder Wallpapers yang berisi beberapa wallpaper seperti yang ada pada Windows 7 asli. Anda dapat menggunakannya menjadi background default di perangkat komputer anda.
Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image
Kesimpulan :
Dengan sedikit trik, anda bisa merubah tampilan theme Windows XP mirip dengan Windows 7. Meskipun tidak sesempurna Windows 7 asli, anda bisa mencoba menikmati theme Windows 7 yang memang lebih menarik dari Windows XP maupun Vista tanpa harus membeli operating system Windows 7.
Baca juga artikel bagaimana merubah tampilan Windows XP seperti Mac OS X Tiger dari Apple.
Selamat mencoba! Windows 7 Style Theme Pada Windows XP Image

Selasa, 27 Maret 2012

Al Qur’an Di-Design Berdasarkan Angka 19

sebelum membaca artikel ini, saya mohon untuk tidak mempercayai 100% sebelum mengujinya sendiri.

Bismillaahirrahmaanirrahiem

Dalam kaitannya dengan pertanyaan yang bersifat matematis yang hanya memiliki satu jawaban pasti, maka jika ada beberapa ahli matematika, yang menjawab di waktu dan tempat yang berbeda dengan menggunakan metode yang berbeda, maka tentunya akan memperoleh jawaban yang sama. Dengan kata lain, pembuktian secara matematis tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu.

Perlu diketahui bahwa dari seluruh kitab suci yang ada di dunia ini, Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang seluruhnya ditulis dalam bahasa aslinya. Berkaitan dengan pembuktian akan kebenaran Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang sering dikatakan oleh orang barat sebagai ciptaan Muhammad, dapat dibuktikan secara matematis bahwa Al Qur’an tidak mungkin diciptakan oleh Muhammad.

Adalah seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim, Dr. Rashad Khalifa yang pertama kali menemukan sistem matematika pada desain Al Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari Al Quran pada 1968, dan memasukkan Al Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an.

Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam Al Qur’an (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan hanya dengan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”. Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks Al Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut.

Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Alphabets” pada Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393. Pada buku tersebut hanya melaporkan bahwa inisial-inisial yang ada pada beberapa surat pada Al Qur’an memiliki jumlah huruf terbanyak (proporsi tertinggi) pada masing-masing suratnya, dibandingkan huruf-huruf lain.

Misalnya, Surat “Qaaf” (Surah No. 50) yang dimulai dengan inisial “Qaaf” mengandung huruf “Qaaf” dengan jumlah terbanyak. Surat “Shaad” (QS No. 38) yang memiliki inisial “Shaad”, mengandung huruf “Shaad” dengan proporsi terbesar. Fenomena ini benar untuk semua surat yang berinisial, kecuali Surat Yaa Siin (No. 36), yang menunjukkan kebalikannya yaitu huruf “Yaa” dan “Siin” memiliki proporsi terendah.

Berdasarkan temuan tersebut, pada awalnya dia hanya berfikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai inisial pada Al Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya huruf-huruf yang ada pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi secara umum (common denominator).  Akhirnya, pada Januari 1974 (bertepatan dengan Zul-Hijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19 sebagai bilangan pembagi secara umum[1] dalam insial-inisial tersebut dan seluruh penulisan dalam Al Qur’an, sekaligus sebagai kode rahasia Al Qur’an.

Temuan ini sungguh menakjubkan karena seluruh teks dalam Al Qur’an tersusun secara matematis dengan begitu canggihnya yang didasarkan pada bilangan 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi secara umum. Sistem matematis tersebut memiliki tingkat kompleksitas yang bervariasi dari yang sangat sederhana (bisa dihitung secara manual) sampai dengan yang sangat kompleks yang harus memerlukan bantuan program komputer untuk membuktikan apakah kelipatan 19.

Jadi, sistem matematika yang didasarkan bilangan 19 yang melekat pada Al Quran dapat diapresiasi bukan hanya oleh orang yang memiliki kepandaian komputer dan matematika tingkat tinggi, tetapi juga oleh orang yang hanya dapat melakukan penghitungan secara sederhana.

Selain 19 sebagai kode rahasia Al Qur’an itu sendiri, peristiwa ditemukannya bilangan 19 sebagai “miracle” dari Al Qur’an juga dapat dihubungkan dengan bilangan 19 sebagai kehendak Allah. Disebutkan di atas bahwa kode rahasia tersebut ditemukan pada tahun 1393 Hijriah. Al Qur’an diturunkan pertama kali pada 13 tahun sebelum Hijriah (hijrah Nabi). Jadi keajaiban Al Qur’an ini ditemukan 1393+13=1406 tahun (dalam hitungan hijriah) setelah Al Qur’an diturunkan, yang bertepatan dengan tahun 1974 M.


Surah 74 adalah Surah Al Muddatsir yang berarti orang yang berkemul (Al Quran dan Terjemahnya, Depag) dan juga dapat berarti rahasia yang tesembunyi, yang memang mengandung rahasia Allah mengenai keajaiban Al Qur’an. Dalam Surah 74 ayat 30-36 dinyatakan:
(74:30)            Di atasnya adalah 19.
(74:31)            Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka melainkan dari malaikat; dan tidaklah  Kami jadikan bilangan mereka itu (19) melainkan untuk:
  • cobaan/ujian/tes bagi orang-orang kafir,
  • meyakinkan orang-orang yang diberi  Al Kitab (Nasrani dan Yahudi),
  • memperkuat (menambah)keyakinan orang yang beriman,
  • menghilangkan keragu-raguan pada orang-orang yang diberi Al kitab dan juga orang-orang yang beriman, dan
  • menunjukkan mereka yang ada dalam hatinya menyimpan keragu-raguan; dan orang-orang kafir mengatakan: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia. Dan ini tiada lain hanyalah sebuah peringatan bagi manusia.
(74:32) Sungguh, demi bulan.
(74:33) Dan malam ketika berlalu.
(74:34) Dan pagi (subuh) ketika mulai terang.
(74:35) Sesungguhnya ini (bilangan ini) adalah salah satu dari keajaiban yang besar.
(74:36) Sebagai peringatan bagi umat manusia. 

Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr. Rashad Khalifa,  menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian/tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang nasrani dan yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan  keajaiban yang besar dari Al Qur’an sesuai ayat 35 di atas, menurut terjemahan Dr. Rashad Khalifa (dan juga terjemahan beberapa penterjemah lain). Jadi pada ayat 35 kata “innahaa” merujuk pada kata “’iddatun” pada ayat 31.

Allahu a'lam.

Kamis, 01 Maret 2012

السعادة بين الوهم والحقيقة


السعادة بين الوهم والحقيقة
أولاً: مقدمة
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، "يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ" (آل عمران:102). "يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً" (النساء:1). "يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً" (الأحزاب:70، 71).
أما بعد:  ([1]) معا - أيها القارئ الكريم - نلتقي في طريق من طرق الخير، ودرب من دروب المحبة، ومسلك من مسالك السعادة.
أسأل الله أن يجعل هذا في موازين أعمالنا يوم القيامة.
أيها الأخ الكريم: هل السعادة وهم أم حقيقة؟
ربما عجبت من هذا السؤال!!
نعم، إن هناك سعادة وهمية، وسعادة حقيقية.
ولكن ما الداعي لتقليب صفحات هذا الموضوع، والخوض فيه؟

ثانياً: أسباب طرح الموضوع
أسباب طرق هذا الموضوع أمور كثيرة، منها:
1- لأن كل إنسان على وجه البسيطة يسعى إلى السعادة. قد يختلف الناس في مذاهبهم، يختلفون في أعراقهم، يختلفون في مشـاربهم، بل قد يختلفـون في مبـادئهم، وغـاياتهم، ومقاصدهم، إلا غاية واحدة ربما اتفقوا عليها، من أولهم إلى آخرهم، إنها: طلب السعادة.
المؤمن والكافر، البر والفاجر، كل واحد منهم يريد السعادة لو سألته: لم تعمل هذا؟ ولأي شيء تفعل ذاك؟ لقال: أريد السعادة!! سواء أقالها بحروفها أم بمعناها، بمدلولها أم بحقيقتها.
2- أن كثيرا من الناس يخطئ طريق السعادة، كل الناس يريدون السعادة، ولكن كثيرا منهم يخطئ هذا الطريق، بل إن القلة القليلة هي التي تسلك سبيل السعادة الحقيقية.
3- وهو سبب جوهري - أرجو أن ينال عنايتكم وانتباهكم - وهو أن كثيرا من المسلمين - وأخص الدعاة منهم - عندما يرون أصحاب السعادات الوهمية، يكون هذا الأمر عائقا لهم عن الطريق إلى الله سبحانه وتعالى.
فالداعية إلى الله سبحانه وتعالى، يصاب في طريقه بعقبات - وهذا شأن طريق الدعوة - وهو بحاجة إلى من يثبته على هذا الطريق.
ولكنه يرى كثيرا ممن يتصور - خاطئا - أنهم أصحاب سعادات، يراهم يعيشون في قمة السعادة.
وهنا يحدث له الضعف والوهن في طريقه إلى الله سبحانه وتعالى، فيقول - أو يقول له الشيطان-: ألا تكون مثل هؤلاء، ألا تعيش السعادة الحقيقية مثل هؤلاء، فيضعف عن الطريق، وكم من مستقيم ضل وانحرف عن الطريق قبل وفاته!
كم من رجل كان يعيش السعادة الحقيقية، ثم انتقل منها إلى السعادة الوهمية!!! فلم يحقق السعادة في الدنيا، ولن يحققها في الآخرة.
ومن هنا أيها الأخوة كتبت لكم عن السعادة، لنقف وقفات متأنية علنا نتبين حقيقتها وهم هي أم حقيقة؟

ثالثاً: تعريف السعادة

عند أهل اللغة: هي ضد الشقاوة، فلان سعيد، أي ضد الشقي.
وأهل التربية وعلماء النفس: يقولون - بعبارة موجزة جميلة: هي ذلك الشعور المستمر بالغبطة، والطمأنينة، والأريحية، والبهجة، وهذا الشعور السعيد يأتي نتيجة للإحساس الدائم بخيرية الذات، وخيرية الحياة، وخيرية المصير.
وقبل أن أدخل في صلب الموضوع أحب أن أشير إلى: 
ثلاثة أركان رئيسة تحقق معنى السعادة الحقيقية وهي:
1- خيرية الذات.
2- خيرية الحياة وهذا المهم.
3- خيرية المصير.
 

رابعاً: أوهام السعادة

السعادة في المال

سأقف طويلا - أيها الأخ الكريم - عند هذه القضية، وما ذاك إلا لأنها قضية حاسمة، ومهمة في تحديد مسيرة حياتنا، بل وتحديد مفاهيمنا الخاطئة، عن السعادة والتي منها:
نتساءل كثيرا عن السعادة، هل السعادة في تكديس المال ؟ وفي جمع الثروات، وبناء العقارات والقصور؟
هل هذه هي السعادة؟
كثير من الناس يتوهم ذلك، فهذا سعيد لأنه يملك الأرصدة في البنوك.
وفلان سعيد لأنه يملك كذا من الأراضي، وكذا من العمارات. فلان سعيد لأنه يملك كذا وكذا.
كثير من الناس يطلق هذا الوهم بلسانه، وكثير منهم يعتقده بقلبه، فيتصرف من هذا المنطلق الخاطئ. أقول: ليست السعادة في جمع المال، على حد قول الشاعر:
ولست أرى السعادة جمع مال

ولكـن التقـي هـو السعيـد
أخي المسلم:
أقف معك حول هذه القضية - أعني قضية أن السعادة في المال - لأنها من أهم القضايا في أوهام السعادة.
وجملة القول:
ليـس كـل صاحـب مـالٍ سعيـدًا
فكثير من أرباب المال وأصحاب الثروات يعيشون في شقاء وتعاسة دائمة في حياتهم الدنيا قبل الآخرة لماذا؟ لأنهم يتعبون في:
1- جمع المال.
2- حفظه واستثماره.
3- القلق والخوف من فوات هذا المال وزواله.
كم من إنسان يملك المليارات ولكنه خائف! قلق! لماذا كل هذا الخوف!؟ ولم كل هذا القلق!؟
إنه يخاف على هذا المال، يخاف أن تأتي هزة سياسية، أو يأتي لصوص فيسرقون هذا المال.
إذن، هو يعيش في شقاء، خوف، قلق، هم، غم، بل إنه لا ينام الليل، وهذا أمر مجرب، مشاهد، ترونه بأعينكم، بل قد يكون المال سبب هلاكه ومماته!!
كم من غني خطف أو قتل بسبب تجارته.
بل كم من غني حرم من لذاته بسبب أمواله، تجده لا يمشي طليقا، لا يمشي حرا، لا يسافر كما يريد، لا ينام كما يريد، كل هذا بسبب أمواله!!
ثم كم من إنسان صاحب مال زال ماله، وزالت ثرواته بسبب أو بآخر فعاش بقية حياته في تعاسة وشقاء.

وإليكم هذه النماذج الناطقة:
1- قصة قارون:
تلك القصة التي أوردها القرآن الكريم عن قارون، حيث قال -سبحانه وتعالى-: "فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ" (القصص: من الآية79) في قمة سعادته، حتى إن قائلهم يقول: "إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ" (القصص: من الآية79). خرج في زينته فهو ذو حظ عظيم، كل هذا من أوهام السعادة، والنتيجة لكفره بأنعم الله كما يقول الله -سبحانه وتعالى-: "فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ" (القصص:81). أي سعادة هذه وأي نهاية!؟
وعلى هذا فقول أمية بن خلف، وأمثاله - يوم القيامة - "مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ" (الحاقة:28) لم يأت من فراغ.
فبئس المال الذي لا يغني عن صاحبه شيئا.
2- قصة كرستينا أوناسيس:
تلك القصة العجيبة، التي تؤكد أن المال مهما زاد وكثر، لا يمكن أن يكون - وحده - سببا للسعادة.
قصة عجيبة تابعت فصولها على مدى خمسة عشر عاما، أو تزيد، وانتهى آخر فصل منها منذ أشهر فقط، إنها قصة: كرستينا أوناسيس.
وبما أن الله -سبحانه وتعالى- قد ضرب لنا الأمثلة من الكفار، فلا غرو ولا عجب - بل إن ذلك من ضمن المنهج الإلهي القرآني - أن نضرب لكم مثلا - حتى باسم هذه المرأة.
إليكم قصـة هذه المرأة "كرستينا أوناسيس" تلك الفتاة اليونانية، ابنة المليونير المالي المشهور "أوناسيس" ذلك الذي يملك المليارات، يملك الجزر، يملك الأساطيل.
هذه الفتاة مات أبوها، وقبل ذلك ماتت أمها، وبينهما مات أخوها، وبقيت هي الوريثة الوحيدة - مع زوجة أبيها - لهذه الثروات الطائلة.
أتدري - أيها القارئ الكريم - كم ورثت؟
لقد ورثت من أبيها ما يزيد على خمسة آلاف مليون ريال!!! فتاة تملك أسطولا بحريا ضخما!! تملك جزرا كاملة!!! تملك شركات طيران!!
أخي الكريم: امرأة تملك أكثر من خمسة آلاف مليون ريال، بقصورها وسفنها، وطائراتها، أليست - في مقاييس كثير من الناس - أسعد امرأة في العالم؟؟
كم من إنسان يتمنى أن يكون مثل هذه المرأة!! أنت تعلم أنه لو وزعت ثرواتها على مئة فرد، لأصبحوا من كبار الأثرياء، بحيث يصل كل واحد منهم خمسون مليون ريال!!! فهو - إذن - من كبار الأثرياء، فما بالك بامرأة تملك هذه الثروة؟ السؤال هو: هل هذه المرأة سعيدة؟
إليكم فصول قصتها العجيبة، وسيتبين لكم من خلالها الجواب:
أما أمها: فقد ماتت بعد حياة مأساوية، كان آخر فصولها الطلاق.
وأما أخوها: فقد هلك بعدما سقطت به طائرته، التي كان يلعب بها.
وأما أبوها: فقد اختلف مع زوجته الجديدة التي هي "جاكلين كندي" زوجة الرئيس الأمريكي السابق "كندي"، تلك الزوجة التي تزوجها بملايين الدولارات، يبحث عن الشهرة فقط، ليقال: إنه تزوج بزوجة الرئيس الأمريكي "جون كندي".
ومع ذلك فقد عاش معها في شقاء دائم.
تصور أن من بنود عقد الزواج: ألا تنام معه في فراش، وألا يسيطر عليها، وأن ينفق عليها الملايين - حسب رغبتها -.
ومع ذلك فقد اختلفت معه، وعندما مات، اختلفت مع ابنته.
وخلاصة القول: أن هذه الفتاة كانت قد تزوجت في حياة أبيها - برجل أمريكي، وعاش معها شهورا، ثم طلقها - أو طلقته -.
وبعد وفاة أبيها تزوجت برجل آخر يوناني، وعاش معها شهورا ثم طلقها - أو طلقته -.
ثم انتظرت طويلا تبحث عن السعادة. أتعلمون من تزوجت؟
للمرة الثالثة، "أغنى أمرأة في العالم على الإطلاق"، أتعلمون من تزوجت؟ لقد تزوجت شيوعيا روسيا، يا للعجب!! قمة الرأسمالية تلتقي مع قمة الشيوعية!!!
وعندما سألها الناس، والصحفيون - بشكل خاص - عندما سألوها: أنت تمثلين الرأسمالية فكيف تتزوجين بشيوعي؟
عندها قالت: أبحث عن السعادة!!! نعم، لقد قالت: أبحث عن السعادة.
وبعد الزواج ذهبت معه إلى روسيا، وبما أن النظام هناك لا يسمح بامتلاك أكثر من غرفتين، ولا يسمح بخادمه، فقد جلست تخدم في بيتها - بل في غرفتيها - فجاءها الصحفيون - وهم يتابعونها في كل مكان - فسألوها: كيف يكون هذا؟
قالت: أبحث عن السعادة.
وعاشت معه سنة، ثم طلقها - بل طلقته -.
ثم بعد ذلك أقيمت حفلة في فرنسا، وسألها الصحفيون: هل أنت أغنى امرأة؟ قالت: نعم. أنا أغنى امرأة ولكني أشقى امرأة!!!
وآخر فصل من فصول المسرحية الحقيقية، تزوجت برجل فرنسي.
لاحظوا أنها تزوجت من أربع دول وليس من دولة واحدة لعلها تجرب حظها.
أقول: تزوجت بغني فرنسي (أحد رجال الصناعة) وبعد فترة يسيرة أنجبت بنتا، ثم طلقها - بل طلقته -.
ثم عاشت بقية حياتها في تعاسة، وهم، ومنذ شهور وجدوها ميتة في شالية في الأرجنتين، لا يعلمون هل ماتت ميتة طبيعية، أم أنها قتلت، حتى إن الطبيب الأرجنتيني قد أمر بتشريح جثتها، ثم دفنت في جزيرة أبيها!!
انظر إلى هذه المرأة هل أغنى عنها مالها؟
أما في الدنيا: فلا، وأما في الآخرة، فستقول - لأنها كافرة - "ما أغنى عني ماليه".
إذن، المال وحده لا يكفي، المال وحده لا يجلب السعادة، ولا يوفرها، فمن أكـبر أوهام السعادة قضية الثراء والتجارة.
وفي عصرنا الحاضر، تلاحظون وتشاهدون كثيرا من التجار يعيشون في قلق دائم، تشاهدون من ذهبت منه تجارته يعيش في هم وغم.
أذكرعلى ذلك مثالا واحدا: أحد التجار، كان يملك الملايين - وهو ممن أعرفهم - ذهبت منه أمواله، وبعد فترة من الزمن ضاقت به المعيشة، وأعسره الضنك، فذهب يبحث عن عمل - وقد كان في فترة من عمره يشغل منصبا كبيرا في إحدى الوزارات - فوجد أخيرا وظيفة صغيرة "على بند العمال". أي سعادة بعد ذلك في المال؟
السعادة في الشهرة
إذن، هل السعادة في الشهرة، كالرياضة، والفن؟
أقول: لا؛ لأن الشهرة شقاء لا سعادة، ولأن الشهرة لا حقيقة لها إن لم ترتبط بتقوى الله -سبحانه وتعالى- والذي يتقي الله -سبحانه وتعالى- لا يريد الشهرة؛ لأن الشهرة إذا ارتبطت بغير سبب أصيل فإنها تزول سريعا، وإذا زالت عن صاحبها عاش في شقاء، وتعاسة.
قد يتوهم كثير من الناس أن السعادة موجودة عند صنفين من الناس هم أهل الرياضة وأهل الفن. فأقول:
1- أهل الرياضة:
معظمهم يعيش الشقاء في أيامه ولياليه.
فمن معسكر إلى معسكر ومن سفر إلى سفر فلا يكاد يستقر مع أهله إلا قليلا. ويضطر أغلبهم إلى التفريط بمستقبلهم الدراسي وعدم مواصلته. بسبب الانشغال الكامل بالرياضة.
أضف إلى ذلك: اضطرابهم عند كل مباراة. وكآبتهم عند كل هزيمة.
ثم إن الإصابات تتقاذفهم من كل جانب.
كما أن الخوف من رأي الجماهير ونظرتها عند أي هبوط في المستوى يجعلهم يعيشون شقاء متواصلا.
ثم ماذا بعد ذلك؟ إن الناس سرعان ما ينسونهم بعد الاعتزال فيزدادون ألما وحزنا.
إذن فليست السعادة عند أهل الرياضة وإن ظن الكثيرون أنها عندهم.
2- أهل الفن:
إن حياتهم أسوأ حياة يعيشها البشر!
فشل أسري، مخدرات، انحلال، انعدام حياء، موت فضيلة.
وأقصد بأهل الفن: أهل الغناء والطرب، والتمثيل.
ولا أقول هذا من عندي، بل هو من مذكراتهم التي تعج بها الصحف صباح مساء. خذوا على ما أقول ثلاث وقائع:
الواقعة الأولى: "أنور وجدي" زوج الممثلة اليهودية ليلى مراد، هذه الزوجة التي قالت عنه في مذكراتها: "إن زوجي كان ممثلا بسيطا، فقال: أتمنى أن أملك مليون جنيه حتى ولو أصبت بمرض، فقلت له: ما ينفعك المال إذا جاءك المرض؟ فقال: أنفق جزءا من المال في علاج المرض، وأعيش في بقيته سعيدا، فملك أكثر من مليون جنيه، وابتلاه الله بسرطان الكبد، فأنفق المليون جنيه وزيادة، ولم يجد السعادة حتى إنه كان لا يأكل إلا شيئا يسيرا من الطعام، فهو ممنوع من أكل كثير من الأطعمة، وأخيرا، مات بهذا المرض حسيرا نادما.
الواقعة الثانية:
"نيازي مصطفى" وهو من كبار المخرجين، لكنه عاش حياته في شقاء وتعاسة، وعندما بلغ السبعين من عمره، وجدوه قد قتل في منـزله، ووجدوا أنه في تلك الليلة التي مات فيها، قد أقام حفلة صاخبة، شاركه فيها أكثر من عشر فتيات، وفي الصباح وجدوه "أثرا بعد عين".
فقد وجدوه قتيلا!!!
انظر إلى هذه الحياة، ذعر، وسكر، وخيانة، مات على هذه الحالة المأساوية، نعوذ بالله من سوء الخاتمة.
الواقعة الثالثة: "عبد الحليم حافظ" الرجل الذي عاش حياته مريضا، وحيدا، من غير زوجة، ولا ولد، إلى أن اختطفه الموت، وأنهكه المرض بعد الخمسن بقليل. في قمة الشقاء.
فالسعادة - إذن - ليست إلا بريقا زائفا تشع به أعينهم لتوهم الآخرين بذلك مع أنهم يعيشون في الواقع قمة الشقاء والتعاسة.
السعادة في الشهادات
إذن، أين السعادة ؟
ربما كانت في نيل أعلى الشهادات، في أن يصبح الإنسان "دكتورا"!!.
لكني أقول لكم - بكل ثقة - لا.
ولنقف قليلا مع ما يبرهن على هذا بجلاء ووضوح.
إليكم هذه القصة الحديثة، التي نشرتها مجلة اليمامة.
طبيبة تصرخ، تقول: خذوا شهاداتي وأعطوني زوجا!!! انظروا كيف تقول هذه الطبيبة، تصوروا، دكتورة في الطب، وربما كانت في نظر كثير من الناس "سعيدة جدا"، فـما دامت امرأة واستطاعت أن تكون دكتورة، بل وفي الطب أيضا.
لأن الطب - في نظر كثير من الناس - أعلى العلوم، وشهاداته أفضل الشهادات، وهذه نظرة خاطئة، إنما هذه نظرة الكثير من الناس، أن الإنسان إذا كان "دكتورا"، وفي الطب، فإنه يعيش في قمة السعادة.
إقرأوا ما تقوله هذه المرأة، حسب ما سطرت بقلمها، حيث جاء من ضمن كلامها: "السابعة من صباح كل يوم، وقت يستفزني، يستمطر أدمعي، لماذا؟ أركب خلف السائق متوجهة صوب عيادتي [ثم تستدرك] بل مدفني، بل زنـزانتي"، تعبر عن عيادتهـا التي طالما كافحت حتى تصل إليها، تعـبر عنها "بالمدفن" تعبر عنها "بالزنـزانة"، ثم تقول: "وعندما أصل مثواي" بدل أن تقول: أصل إلى مكتبي، ومقر سعادتي، تقول: أصل مثواي.
ويتواصل الحديث "أجد النساء بأطفالهن ينتظرنني، وينظرن إلى معطفي الأبيض، وكأنه بردة حرير فارسية، هذا في نظر الناس، وهو في نظري لباس حداد لي!!!
[ثم تواصل قولها] أدخل عيادتي، أتقلد سماعتي وكأنها حبل مشنقة يلتف حول عنقي، العقد الثالث يستعد الآن لإكمال التفافه حول عنقي [أي: بلغت الثلاثين]، والتشاؤم ينتابني على المستقبل.
[أخـيرا تصرخ وتقول:] خذوا شهاداتي ومعاطفي، وكل مراجعي، وجالب السعادة الزائفة [تعني المال]، وأسمعوني كلمة "ماما".
ثم تقول هذه الأبيات:
لقد كـنت أرجـو أن يـقـال طبـيبـة
فقـل للتـي كـانت تـرى فـي قـدوة
وكـل مناهـا بعــض طفـل تضمـه



فقـد قيـل, فما نالني من مقالها
هي اليوم بين الناس يرثى لحالها
فهـل ممكـن أن تشـتريه بمالها
التوقيع: دكتورة س. ع. غ. الرياض

السعادة في المنصب
إذن، لعل أصحاب السعادة هم أصحاب المناصب العالية المرموقة من قادة ووزراء وغيرهم؟
غير أني أقول لكم: لا.
أتدرون لماذا؟
لأن المسئولية هم في الدنيا، وإن لم يقم صاحبها بحقها فهي حسرة وندامة يوم القيامة.
صاحب المنصب والسلطان لا يفارقه الهم خوفا من زواله، تجده يشقى للمحافظة عليه، وإذا زال منصبه - ولابد أن يزول - عاش بقية عمره تعيسا.
والمنصب قد يكون سببا في هلاك صاحبه، ولذلك يعيش في خوف وقلق دائمين.
وكفانا على ذلك قصة: فرعون وهامان صاحبا المناصب العالية المرموقة اللذان خلد القرآن قصتيهما.
أما في العصر الحاضر، فأسرد لكم أمثلة سريعة.
1- شاه إيران:
الرجل الذي أقام حفلا ليعيد فيه ذكرى مرور ألفين وخمسمائة سنة على قيام الدولة الفارسية، وأراد أن يبسط نفوذه على الخليج، ثم على العالم العربي بعد ذلك، ليلتقي مع اليهود. ذلك الرجل الذي كان يتغنى ويتقلب كالطاووس، كيف كانت نهايته.
لقد تشرد!! طرد!! لم يجد بلدا يأويه، حتى أمريكا التي كان أذل عميل لها.
وظل على هذه الحال حتى مات شريدا طريدا في مصر، بعد أن أنهكه الهم، وفتك به السرطان.
أما أولاده وأهله وحاشيته فقد أصبحوا أشتاتا متفرقين في عدة قارات!!!
2- رئيس الفلبين:
هذا الرجل الطاغية ماذا حدث له؟
لقد قلبت نظري كثيرا في قصته، فوجدتها جديرة بأخذ العبرة منها.
هذا الزعيم أذاقه الله غصص التعاسة والشقاء في الدنيا قبل الآخرة. فإذا به بين عشية وضحاها يتحول إلى شريد طريد يتنكر له أسياده وأصدقاؤه. لا يملك الرجوع إلى بلد كان يرتع فيه كما يشاء. حتى إذا جاءت وفاته لم يستطع أن يحصل على أشبار قليلة في بلده يواري فيها سوءته.
فسبحان مالك الملك.
3- بوكاسا:
وما أدراك ما بوكاسا!! الذي صدر نفسه إمبراطورا، وما زلنا نذكر صورته وأفعاله في أفريقيا الوسطى.
عندما زار فرنسا، قام عليه انقلاب، فتشرد في فرنسا، حتى ضاقت به الأرض، فجاء إلى بلده باسم مستعار، فقبضوا عليه، وحوكم في بلده.
ولا أعلم الآن أقتل أم لم يقتل؟ لكن المعلوم أنه أصيب بعدة أمراض، أهونها أمراض التعاسة والهم والغم، في البلد الذي نصب نفسه إمبراطورا له.
هذه بعض الأمثلة السريعة وما أكثر أمثال هؤلاء الذين ذكرت، من السابقين واللاحقين، تجري فيهم سنة الله التي لا تتبدل ولا تتغير.
إذن هذه هي السعادة الوهمية التي يتصور الناس أنها حقيقة السعادة.
كثير من الناس يبدو لأول وهلة أنهم سعداء، وهم في الواقع يتجرعون غصص الشقاء والبؤس والحسرة.
يصور هذا المعنى الشاعر حمد الحجي - رحمه الله في قصيدة له فيقول:
مـا لقـيت الأنـام إلا رأوا مـني
أظهــر الإنشـراح للناس حـتى

ابتســاما ولا يـدرون مـا بـي
يتمنــوا أنهــم فــي ثيـابي
ثم يقول:
لـو دروا أنـنـي شـقي حـزين
لتـنـأوا عنـي ولـم ينـظروني
فكـــأني آتــي بـأعظم جـرم
هكـذا الناس يطـلـبون المـنايا




ضـاق فـي عينـه فسيح الرحاب
ثم زادوا نفورهـم فـي اغـتيـابي
لــو تبـدت تعاسـتي للصحـاب
للـذي بـينهـم جـلـيل المصـاب
ومن أوضح الأمثلة على السعادة الوهمية، ما تعيشه أوربا، وبخاصة الدول الإسكندنافية، فهي أغنى الدول، سواء على مستوى الدولة، أو على مستوى دخل الفرد، ومع ذلك فهي تمثل أعلى نسب الانتحار.
فدولة السويد مثلا هي أغنى دولة من حيث دخل الفرد، ولكنها أعلى دولة في نسب الانتحار!!
بينما نجد الدول الإسلامية - مع أن أكثرها فقيرة - تسجل أقل نسبة من نسب الانتحار في العالم.
وهكذا نرى من خلال الواقع أن السعادة الحقيقية ليست في المال ولا في الشهرة، ولا في الشهادات، ولا في المناصب، ولا ما أشبه ذلك من حطام الدنيا.
إذن أين تكمن أسباب السعادة؟ ما صفات السعداء سعادة واقعية حقيقية؟
قبل الإجابة على هذا التساؤل، نمهد لذلك بذكر بعض موانع السعادة على وجه الاختصار.
 

خامساً: موانع السعادة

لا ريب أن ثمة موانع كثيرة للسعادة تحول دون الوصول إليها، والتنعم بالعيش فيها.
وإليك يا أخي القارئ هم تلك الموانع:
1- الكفر: يقول الله -تعالى-: (وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقاً حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ )(الأنعام: من الآية125).
هكذا يصور القرآن التعاسة والشقاء تصويرا دقيقا.
2- عمل المعاصي والآثام والجرائم: ولن أستشهد على هذا الأمر فهو واضح جلي، لكني أذكر قولا من أقوال الكفار، لبيان هذه القضية.
يقول ألكس كاريل: "إن الإنسان لم يدرك بعد فداحة النتائج التي تترتب على الخطيئة، ونتائجها لا يمكن علاجها على وجه العموم".
ويقول سقراط، وهو كافر: "إن المجرم دائما أشقى من ضحيته، وإن من يكون مجرما ولم يعاقب على جرمه، يكون من أشقى الناس".
هكذا يقول هذان الكافران، بينما نجد " أن، صحابيا أذنب، فجاء إلى الرسول وقال: يا رسول الله طهرني، وكررها على رسول الله - عليه الصلاة والسلام - فأقام عليه الحد. " [رواه مسلم 11/199].
3- الحسد والغيرة: وأمر الحسد خطير، حتى إن الله -تعالى- يأمرنا بالاستعاذة من شر الحاسد، قال -تعالى-: (وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ) (الفلق:5).
وقال الله -تعالى-: (أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ) (النساء: من الآية54). قال ذلك عن الكفار.
وقال رسول الله موجها أمته: " لا تحاسدوا، ولا تقاطعوا، ولا تباغضوا، ولا تدابروا، وكونوا عباد الله إخوانا " [متفق عليه]
ولا مانع من أن نستشهد على سوء الحسد من كلام بعض أعدائنا.
يقوك فيكتور بوشيخ: "إن الحسد والغيرة والحقد أقطاب ثلاثة لشيء واحد، وإنها لآفات تنتج سموما تضر بالصحة، وتقضي على جانب كبير من الطاقة والحيوية اللازمتين للتبكير والعمل".
4- الحقد والغل: قال -تعالى- في سورة الحشر: (وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا) (الحشر: من الآية10).
يصف الله -تعـالى- المؤمنـين في هذه الآية بأنهم يقولون هذا الدعاء، لأن الغل من موانع السعادة.
ويقول -تعالى- واصفا المؤمنين في حياتهم الأبدية، في جنة الخلد: (وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ) (الأعراف: من الآية43).
يقول إبراهيم الجمل: "الحاقد يظل طوال وقته لا يفكر إلا في النيل من الذي يحقد عليه، فقد يكذب عليه، وقد يضر به، ولا يهاب في سبيل ذلك ما يفعل".
5- الغضب: لا شك أن الغضب من حواجب السعادة والانشراح، ولذلك امتدح الله المؤمنين قائلا عنهم: (وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ) (الشورى: من الآية37). ويقول الرسول " ليس الشديد بالصرعة، إنمـا الشديد من يملك نفسه عند الغضب " [متفق عليه].
6- الظلم: فإن الظلم مرتعه وخيم. وعاقبته سيئة إلى أبعد الحدود.
فلنقف على مثالين معاصرين يصوران عقبى الظلم ومآل الظلمة، هما (حمزة البسيوني، وصلاح نصر)، فقد كانا من جنود زعيمهما الهالك (جمال عبدالناصر) صبا على الدعاة إلى الله من الظلم والعذاب ما تقشعر له الأبدان.
ولكن: كيف كانت حياتهم؟ شر حياة والله.
أما حمزة البسيوني فقد بلغ به التجبر والطغيان إلى حد أنه كان يقول للمؤمنين - وهو يعذبهم حينما يستغيثون بالله - يقول: أين إلهكم لأضعه في الحديد!
وأما صلاح نصر فقد كان يعقد على زوجات الناس عقودا وهمية، وهن في عصمة رجال آخرين، ويتزوجهن!!! لكن كيف كانت نهاية أولئك الطغاة؟
حمزة البسيوني اصطدمت سيارته، وهو خارج من القاهرة إلى الإسكندرية، بشاحنة تحمل حديدا، فدخل الحديد في جسمه، من أعلى رأسه إلى أحشائه، وعجز المنقذون أن يخرجوه إلا قطعا.
هكذا أهلكه الله بالحديد، وهو الذي كان يقول إنه سيضع الله في الحديد، تعالى الله عما يقول الظالمون.
وأما صلاح نصر فقد أصيب بأكثر من عشرة أمراض مؤلمة، مزمنة، عاش عدة سنوات من عمره في تعاسة، ولم يجد له الطب علاجـا، حتى مات سجينا، مزجوجا به في زنـزانات زعمائه الذين كان يخدمهم.
إن الله ليملي للظالم، حتى إذا أخذه لم يفلته.
7- الخوف من غير الله إن الخوف من غير الباري -سبحانه- يورث الشقاء والذلة، ولذلك قال الله -تعالى- عن بني إسرائيل: (أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ) (البقرة: من الآية114).
وقال -تعالى-: (إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) (آل عمران:175).
وقـال إبراهيم لقومه - كـما ورد في القرآن -: (وَلا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ) (الأنعام: من الآية80).
إذن فالخوف من غير الله من موانع السعادة.
8- التشاؤم: كم كان التشاؤم سببا في التعاسة والمتاعب. ولهذا كان المصطفى يعجبه الفأل، ويكره التشاؤم. [أخرجه أحمد ورواه البخاري ومسلم وأبو داود والترمذي وصححه].
يقول الدكتور عزيز فريد: "المتشائم يتحمل بفعل اتجاهه التشاؤمي متاعب عدة، هي أشد وقعا على أعصابه من الكوارث والملمات التي قد تقع به".
9- سوء الظن: فالله -سبحانه- يقول: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ) (الحجرات: من الآية12).
ويقول الرسول " إياكم والظن، فإن الظن أكذب الحديث " [متفق عليه].
10- الكبر: المتكبر يعيش في شقاء دائم، وتعاسة أبدية، وإن تغطرس، وتعالى على الناس، وغمطهم حقوقهم.
11- تعلق القلب بغير الله: كتعلق قلب العاشق بمعشوقته.
ويكفي لتصوير خطورة الأمر أن نقرأ قصة مجنون ليلى، لنعلم كيف عاش هذا الرجل شريدا طريدا، حتى جن، ومات وهو عاشق.
وكم من عاشق مات في عشقه، وقدم على الله وقلبه معلق بغيره. فيالها من خسارة دنيوية وأخروية.
12- المخدرات: إن كثـير من الناس يتوهم أن السعادة تجتلب بمعـاقرة المخدرات والمسكرات، فيقبلون عليها، قاصدين الهروب من هموم الدنيا ومشاغلها وأتراحها، وإذا بهم يجدون أنفسهم كالمستجير من الرمضاء بالنار.
لأن المخدرات في الحقيقة من الحوائل دون السعادة، وإنها تجلب الشقاء، واليأس، والانحلال، والدمار.
دمار الفرد والمجتمع والأمة.
وإن لنا في الواقع الحاضر لخير شاهد على ذلك فليعتبر أولو الألباب.
والآن، بعد أن عرفنا موانع السعـادة، فلنعد إلى طريق الخلاص والفكاك، إلى أسباب السعادة، والسبل الموصلة إلى ظلالها الوارفة.. فما هي أسباب السـعادة وما هي صفات السعداء؟
 

 




سادساً: أسباب السعادة وصفات السعداء

إن من يريد أن ينال السعادة، وهو لم يأخذ بأسبابها يصدق عليه قول الشاعر:
ترجو النجاة ولم تسلك مسالكها

إن السفينة لا تجري على اليبس
فلنقف معا على أسباب السعادة وصفات السعداء لعل الله أن يوفقنا للأخذ بها إنه جواد كريم:
1- الإيمان بالله، والعمل الصالح:
يقول الله تعالى (مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً) (النحل: من الآية97) أي فلنحيينه حياة سعيدة.
وكلنا يريد الحياة الطيبة، فعلينا بالعمل الصالح مع الإيمان: (مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ) (المائدة: من الآية69).
وفي حديث أبي يحيى صهيب بن سنان قال رسول الله " عجبا لأمر المؤمن، إن أمره كله له خير، وليس ذلك لأحد، إلا للمؤمن، إن أصابته سراء، شكر، فكان خيرا له، وإن أصابته ضراء، صبر، فكان خيرا له " [رواه مسلم 18/125].
وكان الرسول يجد راحته ولذته في الصلاة والطاعة، كان يقول: " أقم الصلاة يا بلال، أرحنا بالصلاة " [رواه أحمد وأبو داود].
بينما نجد كثيرا من الناس يقول: أرحنا من الصلاة، نحن في غم، في هم، نحن مشغولون عن الصلاة - هكذا يقولون - والرسول يقول: " وجعلت قرة عيني في الصلاة " [رواه أحمد والنسائي].
ولنعرج على مثال حي واقعي، لنرى كيف يفعل الإيمان بأصحابه، كيف يجعلهم يشعرون بالسعادة في كل الأحوال!! ابن تيمية - رحمه الله - عذب وسجن وطرد، ومع هذا نجده يقول، وهو في قلعة دمشق، في آخر مرحلة من مراحل إيذائه وجهاده، يقول: "ما يصنع أعدائي بي، أنا جنتي وبستاني في صدري، أنى رحلت فهي معي لا تفارقني، أنا حبسي خلوة، وقتلي شهادة، وإخراجي من بلدي سياحة".
هكذا نجد شيخ الإسلام يغلق الطرق في وجوه أعدائه بهذه القولة الخالدة، التي تعد نبراسا يضيء الطريق للمؤمنين، ولا يستطيعها إلا عظماء الرجال، وذوو الهمم العالية.
2- الإيمان بالقضاء والقدر خيره وشره:
فكله من الله - سبحانه وتعالى - فاعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك، وأن ما أخطأك لم يكن ليصيبك.
وهذه الصفة من أهم صفات السعداء، إذ لا يمكن أن تحصل السعادة إلا لمن يؤمن بالله، ومن الإيمان بالله الإيمان بقضائه وقدره، والرضا بقسمه، لأن الإنسان في هذه الحياة لا بد أن ينتابه شيء من الهموم والمصائب، فإن لم يؤمن بالقضاء والقدر، هلك.
ولنضرب مثلا للإيمان بالقضاء والقدر، وأثره في سعادة الإنسان:
عروة بن الزبير- رحمه الله - أرادوا أن يقطعوا رجله، لأن فيها الآكلة (السرطان) فقالوا له: لابد أن نسقيك خمرا، لكي نستطيع أن نقطع رجلك بدون أن تحس بآلام القطع - خاصة أنهم بعد القطع سيضعونها في الزيت المغلي ليقف الدم - فماذا كان موقفه؟
لقد رفض وقال: لا، أيغفل قلبي عن ذكر الله!! فقالوا: إذن ماذا نفعل؟ قال: سأدلكم إلى طريقة أخرى، إذا قمت إلى الصلاة، فافعلوا ما تشاؤون، لأن قلبه - حينئذ - يتعلق بالله، فلا يحس بما يفعل به.
وفعلا عندما كـبر مصليا، قطعوا رجله من فوق الركبة، ولم يتحرك، ولكن عندما وضعوا رجله في الزيت المغلي سقط مغشيا عليه، وفي الليل أفاق. فإذا بالناس يقولون له: أحسن الله عزاءك في رجلك، وأحسن الله عزاءك في ابنك.
لقد مات ابنه في هذه الأثناء، فماذ قال؟ قال بكل تسليم وإيمان بالقضاء: "الحمد لله، يا رب إن كنت ابتليت فقد عافيت، وإن كنت أخذت فقد أعطيت وأبقيت".
هذا هو الإيمان الصادق بالقضاء والقدر، ولكن أين أمثال هؤلاء التقاة الخاضعين لله، المسلمين لمشيئته، (وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ) (فصلت:35).
3- العلم الشرعي:
فالعلماء العارفون بالله هم السعداء.
وإليك يا أخي الكريم قصة تناسب هذا المقام، وهي قصة لأحد العلماء الزهاد، ألا وهو أبو الحسن الزاهد، فما أحداث تلك القصة المثيرة؟
كان أحمد بن طولون - أحد ولاة مصر - من أشد الظلمة، حتى قيل: إنه قتل ثمانية عشر ألف إنسان صبرا (أي يقطع عنه الطعام والشراب حتى يموت) وهذا أشد أنواع القتل، فذهب أبو الحسن الزاهد إلى أحمد بن طولون امتثالا لقول الرسول " أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر " [رواه أحمد والنسائي وابن ماجة] وقال له: "إنك ظلمت الرعية"، وخـوفـه بالله - تعالى - فغضب ابن طولون غضبا شديدا، وأمر بأن يجوع أسد ثم يطلق على أبي الحسن!! يا له من موقف رهيب!! لكن نفس أبي الحسن الممتلئـة بالإيمان والثقة بالله، جعلت موقفه موقفا عجيبا.
عندما أطلقوا عليه الأسد أخذ يزأر، ويتقدم، ويتأخر، وأبو الحسن جالس لا يتحرك، ولا يبالي، والناس ينظرون إلى الموقف، بين باك وخائف على هذا العالم الورع.
وضعوا أمامه أسدا جائعا!! إنها معركة غير متكافئة!! ولكن ما الذي حدث؟ لقد تقدم الأسد وتأخر، وزأر، ثم سكت، ثم طأطأ رأسه، فقرب من أبي الحسن، فشمه، ثم انصرف عنه هادئا، ولم يمسسه بسوء.
وهنا تعجب الناس! وكبروا، وهللوا.
ولكن في القصة ما هو أعجب من ذلك.
لقد استدعى ابن طولون أبا الحسن، وقال له: قل لي بماذا كنت تفكر، والأسد عندك، وأنت لا تلتفت إليه، ولا تكترث به؟
فأجاب قائلا: إني كنت أفكر في لعاب الأسد - إن مسني - أهو طاهر أم نجس؟
قال له: ألم تخف الأسد؟ قال: لا، فإن الله قد كفاني ذلك.
هذه هي السعـادة الحقيقية، التي يورثهـا الإيمان والعلم النافع، هذا هو الانشراح الذي يبحث عنه كل الناس.
هذا الموقف الصلب من أبي الحسن يذكرنا بموقف الصحابي الجـليل خبيب بن عدي - رضي الله عنـه - عنـدمـا أسره المشركون، وقبل أن يقتلوه، سألوه: هل لك حاجة قبل أن تموت؟ فطلب منهم أن يمهلوه حتى يصلي ركعتين، فأمهلوه فصلى ركعتين - وكان أول من سن الركعتين قبل القتل .
وبعد الصلاة قال: والله لولا أني خشيت أن تظنوا أني جزع من القتل، لأطلت الصلاة..
فلما رفعوه ليصلبوه ويقطعوه، سألوه: أتحب أن محمدا مكانك وأنك بين أهلك؟
فقال: "والله إني لا أحب أن يصاب محمد بشوكة بين أهله، وأنا في مكاني هذا"!!
انظر يا أخي إلى قوة اليقين، وصلابة المؤمنين!! ثم قال "اللهم أحصهم عددا، واقتلهم بددا، ولا تغادر منهم أحدا".
وأنشد يقول:
ولسـت أبـالي حـين أقتل مسـلما
ولســت بمبــد للعـدو تخشـعا
وذلـك فــي ذات الإلـه وإن يـشأ



على أي جنب كان في الله مصرعي
ولا جزعـا إنـى إلـى الله مرجعي
يبارك علـى أوصـال شـلو ممزع
شجاعة، بطولة! قوة يقين! رسوخ إيمان! يصلي بثبات، يرد عليهم بثبات، يدعو عليهم بثبات، ينشد هذه الأبيات بثبات، هذا هو لب السعادة لمن أرادها.
4- الإكثار من ذكر الله وقراءة القرآن: (أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ) (الرعد: من الآية28).
إن من داوم على ذكر الله يعش سعيدا مطمئن القلب. أما من أعرض عن ذكر الله، فهو من التعساء البؤساء. (وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَاناً فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ) (الزخرف:36).
(وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى) (طـه:124).
(فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ) (الزمر: من الآية22).
5- انشراح الصدر وسلامته من الأدغال:
وفي القرآن الكريم آيات عديدة في مقام الانشراح، فقد حكى الله عن موسى - عليه الصلاة والسلام - قوله (رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي) (طـه: من الآية25).
وقال تعالى - ممتنا على رسوله محمد - (أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ) (الشرح:1).
وقال تعالى: (فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ) (الأنعام: من الآية125).
ويقول - جل شأنه: (أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ) (الزمر: من الآية22).
فانشراح الصدر وطلبه من علامات السعادة وصفات السعداء.
6- الإحسان إلى الناس:
وهذا أمر مجرب، ومشاهد، فإننا نجد الذي يحسن إلى الناس من أسعد الناس، ومن أكثرهم قبولا في الأرض.
7- النظر إلى من هو دونك في أمور الدنيا وإلى من هو فوقك في أمور الآخرة:
كما ورد في التوجيه النبوي الكريم حين قال " انظروا إلى من هو أسفل منكم، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم، فهو أجدر ألا تزدروا نعمة الله " [رواه مسلم].
هذا في أمور الدنيا، لأنك إذا تذكرت من هو دونك، علمت فضل الله عليك.
أما في أمور الآخرة فانظر إلى من هو أعلى منك، لتدرك تقصيرك وتفريطك، لا تنظر إلى من هلك كيف هلك، ولكن انظر إلى من نجا كيف نجا.
8- قصر الأمل وعدم التعلق بالدنيا، والاستعداد ليوم الرحيل:
يقول الشيخ عبد الرحمن السعدي في كلمة جامعة مع أنها قصيرة: "الحياة قصيرة. فلا تقصرها بالهم والأكدار".
وهاك يا أخي هذه المحاورة القيمة التي دارت بين نفر، من المتخلين عن الدنيا، المتأهبين ليوم الرحيل.
جلس نفر من الصالحين يتذاكرون، ويتساءلون حول قصر الأمل.
فقيل لأحدهم: ما بلغ منك قصر الأمل؟ فقال: بلغ مني قصر الأمـل أنني إذا رفعت اللقمة إلى فمي، لا أدري أأتمكن من أكلها أم لا!!
ووجه السؤال نفسه إلى آخر، فأجاب بقريب من ذلك.
ولما سئل ثالثهم عن مبلغ قصر الأمل في نفسه. قال: بلغ مني قصر الأمل أني إذا خرج مني النفس، لا أدري أيرجع أم لا!!
إن الحياة - يا أخي - قصيرة، فلا تزدها قصرا ومحقا بالهموم والأكدار.
9- اليقين بأن سعادة المؤمن الحقيقية في الآخرة لا في الدنيا: قال تعالى: (وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ) (هود:108).
ويقول الرسول " الدنيا سجن المؤمن، وجنة الكافر " .
وهنا قصة عجيبة لابن حجر العسقلاني - رحمه الله - خرج يوما بأبهته - وكان رئيس القضاة بمصر - فإذا برجل يهودي، في حالة رثة، فقال اليهودي: قف. فوقف ابن حجر. فقال له: كيف تفسر قول رسولكم: " الدنيا سجن المؤمن، وجنة الكافر " وها أنت تراني في حالة رثة وأنا كافر، وأنت في نعيم وأبهة مع أنك مؤمن؟!.
فقال ابن حجر: أنت مع تعاستك وبؤسك تعد في جنة، لما ينتظرك في الآخرة من عذاب أليم - إن مت كافرا -.
وأنا مع هذه الأبهة - إن أدخلني الله الجنة - فهذا النعيم الدنيوي يعد سجنا بالمقارنة مع النعيم الذي ينتظرني في الجنات.
فقال: أكذلك؟ قال: نعم. فقال: أشهد ألا إله إلا الله، وأن محمدا رسول الله.
10- مصاحبة الأخيار والرفقة الصالحة:
ولا يستطيع أحد أن ينكر أثر القرين على قرينه، فهو مشهود، ومجرب، وواضح من خلال الواقع، ومن خلال التاريخ.
ولذلك قال الرسول " مثل الجليس الصـالح، والجليس السوء، كحامل المسك، ونـافخ الكير... " [متفق عليه].
11- أن تعلم أن أذى الناس خير لك ووبال عليهم:
قال إبراهيم التيمي: "إن الرجل ليظلمني، فأرحمه".
ويروى أن ابن تيمية أساء إليه عدد من العلماء وعدد من الناس، وسجن في الإسكندرية.
فلما خرج، قيل له: أتريد أن تنتقم ممن أساء إليك؟ فقال: قد أحللت كل من ظلمني، وعفوت عنه" أحلهم جميعا، لأنه يعلم أن ذلك سعادة له في الدنيا والآخرة.
ويحكي الفضيل بن عياض - رحمه الله - أنه كان في الحرم، فجاء خراساني يبكي، فقال له: لماذا تبكي؟ قال: فقدت دنانير، فعلمت أنها سرقت فمني، فبكيت.
قال: أتبكي من أجل الدنانير؟ قال: لا، لكني بكيت، لعلمي أني سأقف بين يدي الله أنا وهذا السارق، فرحمت السارق، فبكيت.
وبلغ أحد السلف أن رجلا اغتابه، فبحث عن هدية جميلة ومناسبة، ثم ذهب إلى الذي اغتابه، وقدم إليه الهدية. فسأله عن سبب الهدية. فقال: إن الرسول قال: " من صنع لكم معروفا فكافئوه "
وإنك أهديت لي حسناتك، وليس عندي مكافأة لك إلا من الدنيا. سبحان الله!!
12- الكلمة الطيبة، ودفع السيئة بالحسنة:
قال الله - تعالى -: (وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ) (فصلت:34).
فتأمل يا أخي هذا الإرشاد الإلهي العظيم.
وقال - تعالى - واصفا عباده المؤمنين: (وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً) (الفرقان: من الآية72).
13- الالتجاء إلى الله وكثرة الدعاء: وقد كان ذلك من هدي الرسول .
كان يقـول: " اللهم أصلح لي ديني، الذي هو عصمة أمري. وأصلع لي دنياي، التي فيها معاشي. وأصلح لي آخرتي، التي فيها معادي. واجعل الحياة زيادة لي في كل خير، واجعل الموت راحة لي من كل شر " [رواه مسلم 17/40].
وكـان يقول: " اللهم رحمتك أرجو، فلا تكلني إلى نفسي طرفة عين. وأصلح لي شأني كله، لا إله إلا أنت " .
ويقول - كما ورد في الأثر: " اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن، ومن الجبن والبخل، ومن غلبة الدين وقهر الرجال ".
ختاما: أدعوك أيها القارئ الكريم لتلحق بركب السعداء، سعادة حقيقية غير وهمية.
لتفوز بالحياة الطيبة الهانئة بعيدا عن الأكدار والمنغصات وذلك بتحقيق معنى الإيمان بالله والعمل الصالح في نفسك.
فإن الله عز وجل يقول: (مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) (النحل:97) .
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.



[1] - أصل هذا الكتاب محاضرة ألقاها الشيخ ناصر العمر بالرياض، وقد أذن لنا مشكورا بإخراجها.